Rabu, 20 Juli 2011
Dracula, Sosok Pembantai Umat Islam Dalam Perang Salib
Makalah ini disampaikan dalam bedah buku Dracula,
Pembantai Umat Islam dalam Perang Salib” di auditorium Fakultas Ilmu
Budaya UGM Oleh: Ragil Nugroho
Membongkar Sebuah Kebohongan
Kisah hidup Dracula merupakan salah satu contoh bentuk penjajahan
sejarah yang begitu nyata yang dilakukan Barat. Kalau film Rambo
merupakan suatu fiksi yang kemudian direproduksi agar seolah-olah
menjadi nyata oleh Barat, maka Dracula merupakan kebalikannya, tokoh
nyata yang direproduksi menjadi fiksi. Bermula dari novel buah karya
Bram Stoker yang berjudul Dracula, sosok nyatanya kemudian semakin
dikaburkan lewat film-film seperti Dracula’s Daughter (1936), Son of
Dracula (1943), Hoorof of Dracula (1958), Nosferatu (1922)-yang dibuat
ulang pada tahun 1979-dan film-film sejenis yang terus-menerus
diproduksi.
Lantas, siapa sebenarnya Dracula itu?
Dalam buku berjudul “Dracula, Pembantai Umat Islam Dalam Perang
Salib” karya Hyphatia Cneajna ini, sosok Dracula dikupas secara tuntas.
Dalam buku ini dipaparkan bahwa Dracula merupakan pangeran Wallachia ,
keturunan Vlad Dracul. Dalam uraian Hyphatia tersebut sosok Dracula
tidak bisa dilepaskan dari menjelang periode akhir Perang Salib. Dracula
dilahirkan ketika peperangan antara Kerajaan Turki Ottoman-sebagai
wakil Islam-dan Kerajaan Honggaria-sebagai wakil Kristen-semakin
memanas. Kedua kerajaan tersebut berusaha saling mengalahkan untuk
merebutkan wilayah-wilayah yang bisa dikuasai, baik yang berada di Eropa
maupun Asia . Puncak dari peperangan ini adalah jatuhnya
Konstantinopel- benteng Kristen-ke dalam penguasaan Kerajaan Turki
Ottoman.
Dalam babakan Perang Salib di atas Dracula merupakan salah satu
panglima pasukan Salib. Dalam peran inilah Dracula banyak melakukan
pembantain terhadap umat Islam. Hyphatia memperkirakan jumlah korban
kekejaman Dracula mencapai 300.000 ribu umat Islam. Korban-korban
tersebut dibunuh dengan berbagai cara-yang cara-cara tersebut bisa
dikatakan sangat biadab-yaitu dibakar hidup-hidup, dipaku kepalanya, dan
yang paling kejam adalah disula. Penyulaan merupakan cara penyiksaan
yang amat kejam, yaitu seseorang ditusuk mulai dari anus dengan kayu
sebesar lengan tangan orang dewasa yang ujungnya dilancipkan. Korban
yang telah ditusuk kemudian dipancangkan sehingga kayu sula menembus
hingga perut, kerongkongan, atau kepala. Sebagai gambaran bagaimana
situasi ketika penyulaan berlangsung penulis mengutip pemaparan
Hyphatia:
“Ketika matahari mulai meninggi Dracula memerintahkan penyulaan
segera dimulai. Para prajurit melakukan perintah tersebut dengan
cekatakan seolah robot yang telah dipogram. Begitu penyulaan dimulai
lolong kesakitan dan jerit penderitaan segera memenuhi segala penjuru
tempat itu. Mereka, umat Islam yang malang ini sedang menjemput ajal
dengan cara yang begitu mengerikan. Mereka tak sempat lagi mengingat
kenangan indah dan manis yang pernah mereka alami.”
Tidak hanya orang dewasa saja yang menjadi korban penyulaan, tapi
juga bayi. Hyphatia memberikan pemaparan tetang penyulaan terhadap bayi
sebagai berikut:
“Bayi-bayi yang disula tak sempat menangis lagi karena mereka
langsung sekarat begitu ujung sula menembus perut mungilnya. Tubuh-tubuh
para korban itu meregang di kayu sula untuk menjemput ajal.”
Kekejaman seperti yang telah dipaparkan di atas itulah yang selama
ini disembunyikan oleh Barat. Menurut Hyphatia hal ini terjadi karena
dua sebab. Pertama, pembantaian yang dilakukan Dracula terhadap umat
Islam tidak bisa dilepaskan dari Perang Salib. Negara-negara Barat yang
pada masa Perang Salib menjadi pendukung utama pasukan Salib tak mau
tercoreng wajahnya. Mereka yang getol mengorek-ngorek pembantaian Hilter
dan Pol Pot akan enggan membuka borok mereka sendiri. Hal ini sudah
menjadi tabiat Barat yang selalu ingin menang sendiri. Kedua, Dracula
merupakan pahlawan bagi pasukan Salib. Betapapun kejamnya Dracula maka
dia akan selalu dilindungi nama baiknya. Dan, sampai saat ini di Rumania
, Dracula masih menjadi pahlawan. Sebagaimana sebagian besar sejarah
pahlawan-pahlawan pasti akan diambil sosok superheronya dan dibuang
segala kejelekan, kejahatan dan kelemahannya.
Guna menutup kedok kekejaman mereka, Barat terus-menerus
menyembunyikan siapa sebenarnya Dracula. Seperti yang telah dipaparkan
di atas, baik lewat karya fiksi maupun film, mereka berusaha agar jati
diri dari sosok Dracula yang sebenarnya tidak terkuak. Dan, harus diakui
usaha Barat untuk mengubah sosok Dracula dari fakta menjadi fiksi ini
cukup berhasil. Ukuran keberhasilan ini dapat dilihat dari seberapa
banyak masyarakat-khususny a umat Islam sendiri-yang mengetahui tentang
siapa sebenarnya Dracula. Bila jumlah mereka dihitung bisa dipastikan
amatlah sedikit, dan kalaupun mereka mengetahui tentang Dracula bisa
dipastikan bahwa penjelasan yang diberikan tidak akan jauh dari
penjelasan yang sudah umum selama ini bahwa Dracula merupakan vampir
yang haus darah.
Selain membongkar kebohongan yang dilakukan oleh Barat, dalam bukunya
Hyphatia juga mengupas makna salib dalam kisah Dracula. Seperti yang
telah umum diketahui bahwa penggambaran Dracula yang telah menjadi fiksi
tidak bisa dilepaskan dari dua benda, bawang putih dan salib. Konon
kabarnya hanya dengan kedua benda tersebut Dracula akan takut dan bisa
dikalahkan. Menurut Hyphatia pengunaan simbol salib merupakan cara Barat
untuk menghapus pahlawan dari musuh mereka-pahlawan dari pihak
Islam-dan sekaligus untuk menunjukkan superioritas mereka.
Siapa pahlawan yang berusaha dihapuskan oleh Barat tersebut? Tidak
lain Sultan Mahmud II (di Barat dikenal sebagai Sultan Mehmed II). Sang
Sultan merupakan penakluk Konstantinopel yang sekaligus penakluk
Dracula. Ialah yang telah mengalahkan dan memenggal kepala Dracula di
tepi Danua Snagov. Namun kenyataan ini berusaha dimungkiri oleh Barat.
Mereka berusaha agar merekalah yang bisa mengalahkan Dracula. Maka
diciptakanlah sebuah fiksi bahwa Dracula hanya bisa dikalahkan oleh
salib. Tujuan dari semua ini selain hendak mengaburkan peranan Sultan
Mahmud II juga sekaligus untuk menunjukkan bahwa merekalah yang paling
superior, yang bisa mengalahkan Dracula si Haus Darah. Dan, sekali lagi
usaha Barat ini bisa dikatakan berhasil.
Selain yang telah dipaparkan di atas, buku “Dracula, Pembantai Umat
Islam Dalam Perang Salib” karya Hyphatia Cneajna ini, juga memuat
hal-hal yang selama tersembunyi sehingga belum banyak diketahui oleh
masyarakat secara luas. Misalnya tentang kuburan Dracula yang sampai
saat ini belum terungkap dengan jelas, keturunan Dracula, macam-macam
penyiksaan Dracula dan sepak terjang Dracula yang lainnya.
Kesimpulan
suatu penjajahan sejarah tidak kalah berbahayanya dengan bentuk
penjajahan yang lain-politik, ekonomi, budaya, dll. Penjajahan sejarah
ini dilakukan secara halus dan sistematis, yang apabila tidak jeli maka
kita akan terperangkap di dalamnya. Oleh karena itu, sikap kritis
terhadap sejarah merupakan hal yang amat dibutuhkan agar kita tidak
terjerat dalam penjajahan sejarah. Sekiranya buku karya Hyphatia
ini-walaupun masih merupakan langkah awal-bisa dijadikan pengingat agar
kita selalu kritis terhadap sejarah karena ternyata penjajahan sejarah
itu begitu nyata ada di depan kita.
Wikipedia pun mengkonfirmasikan eksistensi historis Dracula yang
membantai ribuan Muslim dengan cara menusuk/mensula (impale)
Sumber:http://achmad.web.id/2007/08/dracula-pembantai-umat-islam-dalam-perang-salib/
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar